DUNIA TANPA SEKOLAH :: MENJADI SALAH SATU BUKU INSPIRASI

Januari 21, 2011

Kategori:Buku-buku
JenisBiografi & Riwayat Hidup
Penulis:M. Izza Ahsin
Sebuah dunia yang berbeda dari yang dijalani oleh anak seusianya. Sebuah dunia yang ia harus lalui diusia yang sangat muda, usia dimana anak seusianya mencoba untuk menikmati dan membuat kesenangan sendiri diumur yang beranjak dewasa. Dan ia malah memilih jalan lain yang mungkin terkesan ‘gila’ dari anak kebanyakan.

Dunia yang ditempuh seorang M. Izza Ahsin adalah Dunia Tanpa Sekolah. Ya tanpa sekolah formal yang menurutnya memenjarakan pemikiran dan kreativitasnya. Sekolah formal baginya adalah penjara dimana para guru selalu berada diatas memiliki kekuasaan dan murid hanyalah mendapat kedudukan seperti kerbau yang dicucuk hidungnya.

‘Dunia Tanpa Sekolah’, kuselesaikan buku ini dalam tempo sebentar saja. Buku setebal 248 halaman ini aku yakin bisa kuhabiskan dalam tempo satu jam saja jika tidak ada manusia-manusia dan aktivitas pengganggu. Ya akhirnya baru kuselesaikan 2 menit menjelang jam 10 malam dimulai dari jam setengah 2 siang tadi. Sebuah buku yang bisa dibilang cerita didalamnya sangat kontroversi sekali.

Anak usia 15 tahun yang memilih untuk meninggalkan bangku SMPnya 3 bulan sebelum ujian akhir nasional, dengan alasan ingin fokus menulis dan menyelesaikan novel fantasinya. Ah sebenarnya bukan itu saja alasannya. Ia merasa pendidikan formal bernama sekolah bukanlah sebuah lembaga pendidikan yang dapat mencerdaskan, mengasah ketrampilan ataupun bisa dibilang menimba ilmu. Sekolah hanya sebuah bentuk formalitas kebudayaan turun temurun dimana setiap anak dari usia sekian hingga sekian harus bersekolah. Entah apapun yang didapatkan anak itu disekolah, entah dia mengerti atau tidak manfaat sekolah, pokoknya ya harus sekolah. Dan seorang Izza yang sudah terbiasa membaca buku tentang pendidikan dan belajar cara belajar, Quantum Learning, dst dsb, merasa, sekolah baginya adalah penjara yang dapat memenjarakan kreativitasnya. Ia merasa tak perlu mempelajari semua mata pelajaran yang baginya tidak semua materi itu dapat tertampung oleh otak dalam waktu singkat. Selama 2 jam kita berkutat dengan matematika, ketika masalah belum terpecahkan kita harus membagi konsentrasi otak kita di 2 jam berikutnya dengan pelajaran Sejarah. Tidak ada fokus! Semua dipelajari! Dan murid hanya bisa diam terpaku menerima semua materi. Dicekoki oleh doktirn-doktrin dari guru tanpa diberi kesempatan untuk mempertanyakan kepada diri mereka sendiri, apa manfaat ini semua untukku? Toh nantinya materi itu juga akan lenyap dengan cepat setelah mereka selesai ujian dan menerima raport. Dan begitu seterusnya hingga tamat sekolah. Hingga mendapat gelar S3 mungkin, dengan pemikiran dan cara belajar sama seperti anak SMA.

Ah..sekolah…begitu hinanyakah engkau dimata seorang Izza? Hingga ia mati-matian untuk melepaskan diri darimu. Ya mungkin wajar Izza memandang seperti itu. Ketika dilihatnya guru tak lebih dari robot-robot pengatur manusia yang tak memiliki perasaan. Ketika dilihatnya guru hanya menjadi mesin penghukum berkedok kedisiplinan.

Ketika sekolah baginya hanya sebuah penjara, sekali lagi SEBUAH PENJARA!!!
Tapi kini mungkin Izza sudah menikmati dunianya sendiri. Sebuah dunia tanpa sekolah. Karena ia belajar dari kehidupan. Karena ia belajar dari apa yang memang ia rasa bermanfaat untuknya. Karena ia belajar tanpa beban, dengan ikhlas, tanpa ada sistem yang membelenggu kreatifitasnya, ketika ia salah dalam proses belajarnya itu tidak ada mesin penghukum yang akan menegur kesalahannya. Ia belajar dari kesalahannya sendiri. Ia bebas berkreatifitas. Dan ketika ia merasa lelah ia sendiri yang belajar untuk memotivasi diri. Tanpa ada suara sumbang dari guru-guru yang merasa mereka paling benar. Ah Izza… selamat menikmati dunia barumu. Semoga engkau bisa membuktikan kepada dunia bahwa sekolah tak selamanya menjadi tolak ukur kesuksesan seseorang.

Sumber : http://qeeasyifa.multiply.com


anjoenk.blogspot.com

You Might Also Like

0 komentar

Mahluk ciptaan yang paling sempurna adalah manusia